Huruf
/Aksara Jawa dan Sejarahnya
Jawa selain terkenal dengan budayanya, juga memiliki bahasa yang menjadi khasnya yaitu huruf Jawa atau yang biasa disebut dengan aksara Jawa. Asal usul terciptanya aksara jawa ini mempunyai banyak makna dan filosofi yang terkandung didalamnya yaitu tentang berbagai ajaran luhur mengemban amanat, sikap ksatria, loyal terhadap atasan, memegang teguh kejujuran, kerendahan atasan mengakui kesalahannya, keserakahan atau nafsu yang mampu dikalahkan oleh kesucian dan lain-lain.
·
Cerita dibalik Terjadinya Huruf
Jawa (Legenda Hanacaraka)
Dikisahkan
ada seorang pemuda tampan yang sakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka tinggal
di pulau Majethi bersama dua orang punggawa (abdi) setianya yaitu Dora dan
Sembada. Kedua abdi ini sama-sama setia dan sakti. Satu saat Ajisaka ingin
pergi meninggalkan pulau Majethi. Dia menunjuk Dora untuk menemaninya
mengembara. Sedangkan Sembada, disuruh tetap tinggal di pulau Majethi. Ajisaka
menitipkan pusaka andalannya untuk dijaga oleh Sembada. Dia berpesan supaya
jangan menyerahkan pusaka itu kepada siapa pun, kecuali pada Ajisaka sendiri.
Lain kisah,
di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang sangat makmur sejahtera yaitu kerajaan
Medhangkamulan. Rakyatnya hidup sejahtera. Kerajaan Medhangkamulan dipimpin
oleh seorang raja arif bijaksana bernama Dewatacengkar. Prabu Dewatacengkar
sangat cinta terhadap rakyatnya. Pada suatu hari ki juru masak kerajaan
Medhangkamulan yang bertugas membuat makanan untuk prabu Dewatacengkar
mengalami kecelakaan saat memasak. Salah satu jarinya terkena pisau hingga
putus dan masuk ke dalam masakannya tanpa dia ketahui. Disantaplah makanan itu
oleh Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada masakan itu. Dia bertanya
daging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa dagingnya disantap
Dewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia. Dewatacengkar
ketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging manusia setiap hari.
Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan rakyatnya setiap hari untuk
dimakan.
Oleh karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.
Oleh karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.
Saat itu
juga Ajisaka dan Dora tiba di kerajaan Medhangkamulan. Mereka heran dengan
keadaan yang sepi dan menyeramkan. Dari seorang rakyat, beliau mendapat cerita
kalau raja Medhangkamulan gemar makan daging manusia. Ajisaka menyusun siasat.
Dia menemui sang patih untuk diserahkan kepada Dewatacengkar agar dijadikan
santapan. Awalnya sang patih tidak setuju dan kasihan. Tetapi Ajisaka bersikeras
dan akhirnya diizinkan.
Dewatacengkar
keheranan karena ada seorang pemuda tampan dan bersih ingin menyerahkan diri.
Ajisaka mengatakan bahwa dia mau dijadikan santapan asalkan dia diberikan tanah
seluas ikat kepalanya dan yang mengukur tanah itu harus Dewatacengkar. Sang
prabu menyetujuinya. Kemudian mulailah Dewatacengkar mengukur tanah. Saat
digunakan untuk mengukur, tiba-tiba ikat kepala Dewatacengkar meluas tak
terhingga. Kain itu berubah menjadi keras dan tebal seperti lempengan besi dan
terus meluas sehingga mendorong Dewatacengkar. Dewatacengkar terus terdorong
hingga jurang pantai laut selatan. Dia terlempar ke laut dan seketika berubah
menjadi seekor buaya putih. Ajisaka kemudian dinobatkan menjadi raja
Medhangkamulan.
Setelah
penobatan, Ajisaka mengutus Dora pergi ke pulau Majethi untuk mengambil pusaka
andalannya. Kemudian pergilah Dora ke pulau Majethi. Sesampai di pulau Majethi,
Dora menemui Sembada untuk mengambil pusaka. Sembada teringat akan pesan
Ajisaka saat meninggalkan pulau Majethi untuk tidak menyerahkan pusaka tersebut
kepada siapa pun kecuali kepada Ajisaka. Dora yang juga berpegang teguh pada
perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka memaksa supaya pusaka itu diserahkan.
Kedua abdi setia tersebut beradu mulut bersikukuh pada pendapatnya
masing-masing. Dan akhirnya mereka berdua bertempur. Pada awalnya mereka berdua
hati-hati dalam menyerang karena bertarung melawan temannya sendiri. Tetapi
pada akhirnya benar-benar terjadi pertumpahan darah. Sampai pada titik akhir
yaitu kedua abdi tersebut tewas dalam pertarungan karena sama-sama sakti.
Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara. Berikut tulisan dan artinya:
Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara. Berikut tulisan dan artinya:
Ha Na Ca Ra Ka
Ada sebuah
kisah
Da Ta Sa Wa La
Terjadi
sebuah pertarungan
Pa Dha Ja Ya Nya
Mereka
sama-sama kuat
Ma Ga Ba Tha Nga
Dan akhirnya
semua mati
Sedangkan dalam
wujud asli tulisan atau aksaranya adalah sebagai berikut:
·
Sejarah Aksara Jawa Dari Tinjauan Historis
Sejarah
Aksara Jawa Legenda Hanacaraka Aksara Jawa Hanacaraka itu berasal dari aksara
Brahmi yang asalnya dari Hindhustan. Di negeri Hindhustan tersebut terdapat
bermacam-macam aksara, salah satunya yaitu aksara Pallawa yang berasal dari
Indhia bagian selatan.
Dinamakan
aksara Pallawa karena berasal dari salah satu kerajaan yang ada di sana yaitu
Kerajaan Pallawa. Aksara Pallawa itu digunakan sekitar pada abad ke-4 Masehi.
Di Nusantara terdapat bukti sejarah berupa prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan
Timur, ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini menjadi
ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, antara lain: aksara hanacaraka ,
aksara Rencong (aksara Kaganga), Surat Batak, Aksara Makassar dan Aksara
Baybayin (aksara di Filipina).
Profesor J.G. de Casparis dari Belanda, yaitu pakar paleografi atau ahli ilmu sejarah aksara, mengutarakan bahwa aksara hanacaraka itu dibagi menjadi lima masa utama, yaitu:
Profesor J.G. de Casparis dari Belanda, yaitu pakar paleografi atau ahli ilmu sejarah aksara, mengutarakan bahwa aksara hanacaraka itu dibagi menjadi lima masa utama, yaitu:
- Aksara Pallawa Aksara Pallawa itu berasal dari India Selatan. Jenis aksara ini mulai digunakan sekitar abad ke 4 dan abad ke 5 masehi. Salah satu bukti penggunaan jenis aksara ini di Nusantara adalah ditemukannya prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur. Aksara ini juga digunakan di Pulau Jawa, yaitu di Tatar Sundha di Prasasti tarumanegara yang ditulis sekitar pada tahun 450 M. di tanah Jawa sendiri, aksara ini digunakan pada Prasasti Tuk Mas dan Prasasti Canggal. Aksara Pallawa ini menjadi ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, termasuk aksara hanacaraka. Kalau diperhatikan, aksara Pallawa ini bentuknya segi empat. Dalam bahasa Inggris, perkara ini disebut sebagai huruf box head atau square head-mark. Walaupun aksara Pallawa ini sudah digunakan sejak abad ke-4, namun bahasa Nusantara asli belum ada yang ditulis dalam aksara ini.
- Aksara Kawi Wiwitan Perbedaan antara aksara Kawi Wiwitan dengan aksara Pallawa itu terutama terdapat pada gayanya. Aksara Pallawa itu dikenal sebagai salah satu aksara monumental, yaitu aksara yang digunakan untuk menulis pada batu prasasti. Aksara Kawi Wiwitan utamanya digunakan untuk nulis pada lontar, oleh karena itu bentuknya menjadi lebih kursif. Aksara ini digunakan antara tahun 750 M sampai 925 M. Prasasti-prasasti yang ditulis dengan menggunakan aksara ini jumlahnya sangatlah banyak, kurang lebih 1/3 dari semua prasasti yang ditemukan di Pulau jawa. Misalnya pada Prasasti Plumpang (di daerah Salatiga) yang kurang lebih ditulis pada tahun 750 M. Prasasti ini masih ditulis dengan bahasa Sansekerta.
- Aksara Kawi Pungkasan Kira-kira setelah tahun 925, pusat kekuasaan di pulau Jawa berada di daerah jawa timur. Pengalihan kekuasaan ini juga berpengaruh pada jenis aksara yang digunakan. Masa penggunaan aksara Kawi Pungkasan ini kira-kira mulai tahun 925 M sampai 1250 M. Sebenarnya aksara Kawi Pungkasan ini tidak terlalu banyak perbedaannya dengan aksara Kawi Wiwitan, namun gayanya saja yang menjadi agak beda. Di sisi lain, gaya aksara yang digunakan di Jawa Timur sebelum tahun 925 M juga sudah berbeda dengan gaya aksara yang digunakan di Jawa tengah. Jadi perbedaan ini tidak hanya perbedaan dalam waktu saja, namun juga pada perbedaan tempatnya. Pada masa itu bisa dibedakan empat gaya aksara yang berbeda-beda, yaitu; 1) Aksara Kawi Jawa Wetanan pada tahun 910-950 M; 2) Aksara Kawi Jawa Wetanan pada jaman Prabu Airlangga pada tahun 1019-1042 M; 3) Aksara Kawi Jawa Wetanan Kedhiri kurang lebih pada tahun 1100-1200 M; 4) Aksara Tegak (quadrate script) masih berada di masa kerajaan Kedhiri pada tahun 1050-1220 M
- Aksara Majapahit Dalam sejarah Nusantara pada masa antara tahun 1250-1450 M, ditandai dengan dominasi Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Aksara Majapahit ini juga menunjukkan adanya pengaruh dari gaya penulisan di rontal dan bentuknya sudah lebih indah dengan gaya semi kaligrafis. Contoh utama gaya penulisan ini adalah terdapat pada Prasasti Singhasari yang diperkirakan pada tahun 1351 M. gaya penulisan aksara gaya Majapahit ini sudah mendekati gaya modern.
- Aksara Pasca Majapahit Setelah naman Majapahit yang menurut sejarah kira-kira mulai tahun 1479 sampai akhir abad 16 atau awal abad 17 M, merupakan masa kelam sejarah aksara Jawa. Karena setelah itu sampai awal abad ke-17 M, hampir tidak ditemukan bukti penulisan penggunaan aksara jawa, tiba-tiba bentuk aksara Jawa menjadi bentuk yang modern. Walaupun demikian, juga ditemukan prasasti yang dianggap menjadi missing link antara aksara Hanacaraka dari jaman Jawa kuna dan aksara Budha yang sampai sekarang masih digunakan di tanah Jawa, terutama di sekitar Gunung Merapi dan Gunung Merbabu sampai abad ke-18. Prasasti ini dinamakan dengan Prasasti Ngadoman yang ditemukan di daerah Salatiga. Namun, contoh aksara Budha yang paling tua digunakan berasal dari Jawa barat dan ditemukan dalam naskah-naskah yang menceritakan Kakawin Arjunawiwaha dan Kunjarakarna.
- Munculnya Aksara Hanacaraka Baru Setelah jaman Majapahit, muncul jaman Islam dan juga Jaman Kolonialisme Barat di tanah Jawa. Dijaman ini muncul naskah-naskah manuskrip yang pertama yang sudah menggunakan aksara Hanacaraka baru. Naskah-naskah ini tidak hanya ditulis di daun palem (lontar atau nipah) lagi, namun juga di kertas dan berwujud buku atau codex (kondheks). Naskah-naskah ini ditemukan di daerah pesisir utara Jawa dan dibawa ke Eropa pada abad ke 16 atau 17. Bentuk dari aksara Hanacaraka baru ini sudah berbeda dengan aksara sebelumnya seperti aksara Majapahit. Perbedaan utama itu dinamakan serif tambahan di aksara Hanacaraka batu. Aksara-aksara Hanacaraka awal ini bentuknya mirip semua mulai dari Banten sebelah barat sampai Bali. Namun, akhirnya beberapa daerah tidak menggunakan aksara hanacaraka dan pindhah menggunakan pegon dan aksara hanacaraka gaya Durakarta yang menjadi baku. Namun dari semua aksara itu, aksara Bali yang bentuknya tetap sama sampai abad ke-20.
sumber :
http://sanggarseo.blogspot.com/2011/03/sejarah-dan-arti-huruf-aksara-jawa.html
http://rozieqien.blogspot.com/2009/04/sejarah-aksara-jawa-legenda-hanacaraka.html
[1] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009 Hal. 3
[2] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com.
http://sanggarseo.blogspot.com/2011/03/sejarah-dan-arti-huruf-aksara-jawa.html
http://rozieqien.blogspot.com/2009/04/sejarah-aksara-jawa-legenda-hanacaraka.html
[1] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009 Hal. 3
[2] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com.
http://ariezelclassico.blogspot.com/2012/10/sejarah-huruf-jawa-hanacaraka.html
Ha: Hurip = Hidup
Tuladha:
Sumber:
Mengungkap
makna kehidupan dibalik huruf jawa
Adapun makna yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
(1) HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = Hidup
Na: Legeno = Telanjang
Ca: Cipta = Pemikiran, ide atau
kreatifitas
Ra: Rasa = Perasaan, qalbu, suara
hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan
(2) DA TA SA WA LA
DA TA SA WA LA (versi pertama):
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna)
kehidupan.
DA TA SA WA LA (versi kedua):
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk
(3) PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA = Sama kuatnya (tidak diartikan per huruf).
(4) MA GA BA THA NGA :
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi
Dari arti secara harfiah tsb, saya
berusaha menjabarkannya menjadi dua versi:
**) Ketelanjangan=kejujuran
Dalam hal
ini, telanjang diartikan sebagai manusia yang masih suci keadaannya seperti
bayi yang belum berdosa. Polos tanpa ada kebohongan di setiap tingkah lakunya
dan jujur setiap perkataannya. Sedangkan CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya .
Sehingga HA NA CA RA KA akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan
cipta, rasa dan karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran. Marilah
kita jujur dan suci dalam bercipta, berrasa dan berkarya.
**)) Pengembangan potensi
Jadi HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan
bahwa manusia "dihidupkan" atau dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan
"telanjang". Telanjang di sini dalam artian tidak mempunyai apa-apa
selain potensi. Oleh karena itulah manusia harus dapat mengembangkan potensi
bawaan tersebut dengan cipta-rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu
konsep segitiga (segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang)
antara otak yang mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol
atau pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan
kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan yang
bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah dinyatakan
lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara ideal memang semua perbuatan
(karya) yang dilakukan oleh manusia tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi
juga "kelayakannya" sudah diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya
meloloskan ide-kreatifitas yang sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki
arti yang cukup luas, yaitu meliputi norma internal (perasaan manusia itu
sendiri atau istilah kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga
merupakan norma eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga
norma dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).
Secara singkat MA GA BA THA NGA saya
artikan bahwa pada akhirnya manusia akan menjadi mayat ketika sukma atau ruh
kita meninggalkan raga/jasmani kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup
selamanya dan pada akhirnya akan kembali juga kepada Alloh. Oleh karena itu
kita harus senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadap Allah.
Sumber:
http://ariezelclassico.blogspot.com/2012/10/sejarah-huruf-jawa-hanacaraka.html
Sinau Nulis Aksara Jawa
Aksara
jawa berbeda dengan huruf Latin yang kita gunakan sekarang ini untuk menulis.
Dalam penulisannya aksara Jawa tidak menggunakan spasi. Aksara jawa terdiri
dari :
1. Aksara
Carakan
Aksara
inti yang terdiri dari 20 suku kata ato biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu :
ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga ;
2. Aksara Pasangan
ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga ;
2. Aksara Pasangan
Bentuk
mati (huruf) dari aksara inti, yaitu :
h, n, c, r, k, d, t, s, w, l,
p, dh, j, y, ny, m, g, b, th, ng ;
h, n, c, r, k, d, t, s, w, l,
p, dh, j, y, ny, m, g, b, th, ng ;
2. 2. Aksara Swara
Biasanya
untuk huruf awal penulisan nama kota atau nama
orang yang dihormati yang diawali dengan huruf hidup,
yaitu : A, I, U, E, O
orang yang dihormati yang diawali dengan huruf hidup,
yaitu : A, I, U, E, O
3. Aksara Rekan
Untuk
penulisan huruf-huruf yang berasal dari serapan bahasa
asing, yaitu : kh, f, dz, gh, z
asing, yaitu : kh, f, dz, gh, z
4. Aksara Murda
Biasanya
untuk huruf awal penulisan nama kota ato nama
orang yang dihormati, yaitu : Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, Ba
orang yang dihormati, yaitu : Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, Ba
5. Aksara Wilangan
Untuk
penulisan bilangan dalam bahasa Jawa,
yaitu angka 1 s/d 10 dalam aksara Jawa.
yaitu angka 1 s/d 10 dalam aksara Jawa.
6. Tanda Baca
(Sandangan)
Merupakan
tanda baca yang biasa digunakan, huruf hidup
serta huruf mati yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari,
yaitu tanda : koma, titik, awal kamimat, dll
huruf : i, o, u, e.
huruf mati : _r, _ng, _ra, _re, dll
serta huruf mati yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari,
yaitu tanda : koma, titik, awal kamimat, dll
huruf : i, o, u, e.
huruf mati : _r, _ng, _ra, _re, dll
Setelah
menguasai aksara-aksara di atas, kita tidak bisa langsung menggunakannya untuk
menulis sebagai mana ejaan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebab
ada beberapa hal yang menjadi perkecualian dan menjadi aturan tambahan.
Sumber:
UNGGAH-UNGGUHING
BASA JAWA
Unggah-ungguhing basa
Jawa, yaiku pranataning basa manut lungguhing tata krama.
Tata krama, yaiku samubarang kang
ana sambung rapete karo wong lagi ngomong supaya runtut anut paugeraning
paramasastra.
Supaya jumbuh/trep karo
unggah-ungguhing basa Jawa, mula menawa sesrawungan karo wong liya kudu:
1. Basane
netebi pranataning subasita
2.
Manut paugeran tata susila
3.
Basane gawe reseping ati
Basa
Jawa iku duwe unggah-ungguh basa, yaiku sing
mbedakake basa Jawa karo basa liyane kang dianggo pasrawungan manungsa. Dene cak-cakane
nganggo wewaton ing antarane:
a.
Umur
Sing enom ngurmati sing tuwa
Sing enom ngurmati sing tuwa
b. Peprenahan
Adhi
ngurmati marang kangmas/mbakyu
Anak
ngurmati bapa lan biyung
c. Drajat
pangkat
Murid ngurmati marang gurune.
Pegawe ngurmati marang pangarsane.
d. Drajat
semat
Ngurmati wong sing sugih, lemahe amba, lan
sapanunggalane.
e. Trah
Ngurmati merga tedhak turune wongluhur, trahing
kusuma rembesing madu.
f. Luhuring
pribadi Sarjana, pahlawan, ulama, lan sapanunggalane
g.
Tepungan anyar/durung kulina, adakane
luwih diajeni
Undha-usuk basa utawa unggah-ungguh
basa kang dianggo ing jaman saiki migunakake peprincene (pembagian) miturut
Sudarto, yaiku basa ngoko (ngoko lugu lan ngoko alus) lan basa krama (krama
lugu lan krama alus). Ing ngisor iki andharan sawetara basa ngoko. Dene
andharan basa krama kababar ana ing wektu candhake.
Ø BASA NGOKO
Basa
Jawa Ngoko yaiku perangan Basa Jawa kanggo guneman marang wong sapadha-padha.
Basa Ngoko isih kaperang dadi 2, yaiku :
1. Ngoko Lugu,yaiku minangka tataran basa kang paling asor ing undha usuk Basa Jawa. Wujud tembunge ngoko, ora ana tembung krama utawa krama inggil tumrap wong sing diajak guneman. Gunane kanggo guneman antarane :
1. Ngoko Lugu,yaiku minangka tataran basa kang paling asor ing undha usuk Basa Jawa. Wujud tembunge ngoko, ora ana tembung krama utawa krama inggil tumrap wong sing diajak guneman. Gunane kanggo guneman antarane :
- Wong tuwa marang bocah enom
- Wong kang sadrajad utawa wis raket sesrawungane
- Wong apangkat dhuwur marang pegawene
- Bocah cilik karo kancane
- Ngunandika (ngomong dhewe)
2.Ngoko Andhap, yaiku basa ngoko kang alus sarta
luwih ngajeni marang wong kang diajak guneman. Wujude arupa basa ngoko kacampur
tembung krama inggil tumrap wong kang diajak guneman. Yen dirasa kurang ngajeni
sok dicampur tembung krama sawetara. Panganggone basa ngoko andhap iku kanggo
guneman antarane :
- Sedulur tuwa marang sedulur enom kang luwih dhuwur drajade
- Bojone priyayi marang sing lanang
- Priyayi marang priyayi yen wis ngoko-ngokonan (kulina/raket)
Basa ngoko andhap bisa diperang dadi
:
a. Antya Basa (wujude tembung ngoko lan krama inggil). Ciri-cirine :
a. Antya Basa (wujude tembung ngoko lan krama inggil). Ciri-cirine :
- Aku, tetep ora owah
- Kowe, kanggo pawongan kang diajeni diowahi dadi panjenengan, ki raka,kangmas
- Ater-ater dak-, ko-, di- lan panambang -ku, -mu, -e, -ake ora owah
Tuladha :
- Mas, aku nyuwun ngampil kagungane buku sewengi wae.
- Ora, kangmas ki suwé ora ngetingal-ngetingal iku tindak ngendi?
- Wah, adhimas ki rada ngece. Genah wis pirsa bae kok mundhut pirsa.
b. Basa Antya (wujude tembung ngoko, krama inggil
lan krama). Ciri-cirine :
- Aku, tetep ora owah
- Kowe, kanggo pawongan kang diajeni diowahi dadi panjenengan, ki raka,kangmas
- Ater-ater dak-, ko-, di- tetep ora owah
Tuladha :
- Mas, aku ora bisa nyaosi apa-apa marang panjenengan, kejaba mung bisa ndherek muji rahayu, muga-muga panjenengan saged remen, lan saged ngangsu kawruh sing migunani tumrap nusa lan bangsa.
- Dak arani sliramu dhèk mau bengi saèstu mriksani ringgit ana ing dalemé Pak Lurah. Gèk lampahé baé apa ya dhimas, teka gamelané sedalu natas ngungkung baé, ora ana pedhot-pedhoté.
Ø BASA KRAMA
1.
Krama Inggil
Bahasa krama inggil itu lebih
menghargai orang lain, juga disebut basa krama halus.
Contohnya.
1. Bapak tindak dhateng Jakarta dinten Minggu.
2. Pak Bagyo nembe mucal kelas sekawan.
3. Pak Badrun mundhut sepatu.
4. Eyang kakung nembe siram.
5. Buku kulo dipun asto Bu Guru.
Contohnya.
1. Bapak tindak dhateng Jakarta dinten Minggu.
2. Pak Bagyo nembe mucal kelas sekawan.
3. Pak Badrun mundhut sepatu.
4. Eyang kakung nembe siram.
5. Buku kulo dipun asto Bu Guru.
Kalau
kita perhatikan, kalimat di atas diucapkan sangat halus sekali, sebagai bentuk
untuk ngajeni (menghormati) antarane Bapak, Pak Bagyo, Pak Badrun, Eyang Kakung
dan Bu Guru.
2. Krama Lugu
2. Krama Lugu
Kalimat berbahasa Jawa ragam Krama
lugu : adalah kalimat yang didalamnya terdiri dari kata-kata berbahasa Jawa
krama, kalimat ini biasanya digunakan untuk membahasakan diri sendiri. Terdiri
dari kata-kata berbahasa Jawa krama.
Contoh " Kula dereng tilem."
Tembung
lan peranganing Tembung
Tembung
yaiku rerangkening swara kang kawedhar saka jroning tutuk kang ngemu teges lan dimangerteni surasane. Saben rerangken swara kang
metu saka jroning tutuk tur ngemu teges, iku diarani tembung. Dene yen ana
rerangken swara kang metu saka jroning tutuk tanpa mawa teges, rerangken swara
iku ora kalebu tembung.
Tembung kaperang dadi:
- Tembung Lingga (Basa Indonesia: Kata dasar)
- Tembung Andhahan (Basa Indonesia: Kata jadian)
2.
Miturut aktif utawa orané tembung Jawa kapérang
dadi loro, yaiku :
- Tembung tanggap (Basa Indonesia: kata pasif)
- Tembung tanduk (Basa Indonesia: kata aktif)
3.
Yèn disawang miturut wewangunané, Basa Jawa
kuwi ana maneka warna tembung, antawisé yaiku:
Miturut
kelas tembung:
- Tembung kriya (Basa Indonésia: kata kerja utawa verba), tuladha: maca, nulis, mangan, nyapu
- Tembung aran (Basa Indonésia: kata benda utawa nomina), tuladha: méja, lemari, buku. Kaperang maneh dadi:
- Tembung sesulih (Basa Indonésia: kata ganti utawa pronomina), tuladha: aku, kula, kowé, panjenengan, iki, iku
- Tembung wilangan (Basa Indonésia: kata bilangan utawa numeralia), tuladha: setengah, papat, enem
- Tembung sipat/kaanan (Basa Indonésia: kata sifat utawa adjektiva), tuladha: seneng, susah, apik, putih
- Tembung katrangan (Basa Indonésia: kata keterangan utawa adverbia), tuladha: kulon, wétan, tengah, ngisor
Tembung
tugas
- Tembung pangarep (Basa Indonésia: kata depan utawa preposisi), tuladha: ing, sing, saka, menyang
- Tembung panyambung (Basa Indonésia: kata sambung utawa konjungsi), tuladha: lan, sarta, wusana, mulané
- Tembung panguwuh (Basa Indonésia: kata seru utawa interjeksi), tuladha: ah. èh, adhuh, wah
- Tembung sandhangan (Basa Indonésia: kata sandang utawa artikel), tuladha: Sang, Raden, Hyang, Kyai
- Tembung partikel (Basa Indonésia: partikel), tuladha: -kah, -lah, -pun dan -tah
Tembung Lingga
lan Tembung Andhahan
Yèn dideleng saka babagan widya tembung (morfologi), tembung
kapérang dadi rong jinis, yaiku :
A. Tembung Lingga (Basa Indonesia: Kata dasar)
Tembung lingga
iku tembung
sing durung owah saka asalé (tembung asal). [1][2]
Tembung lingga duwé teges kang bisa béda nalika wis diwènèhi ater-ater
utawa panambang
kang banjur dadi Tembung
Andhahan. Saben tembung lingga bisa ndadekake tembung andhahan.
Tembung lingga semu
Tembung lingga semu inggih menika ambalan
semu bentuk bahasa ingkang nuduhaken tembung ambal murni. Bentuk menika boten saged dipunpisahaken,boten
nedahaken teges kados makna tembung ulang murni umumipun. Tembung lingga semu
dipunbedaken kalih macem, inggih menika :
1. tembung
ambal semu ingkang saged dipunlacak, tuladhanipun:
·
ula-ula
·
aling-aling
·
undur-undur
·
uget-uget
2. tembung
ambal ingkang boten saged dipunlacak, tuladhanipun:
·
ali-ali
·
alang-alang
·
api-api
B. Tembung Andhahan (Basa Indonesia: Kata jadian)
Tembung Andhahan utawa kata jadian yaiku tembung sing wus owah saka linggane
amarga kawuwuhi imbuhan (tembung lingga kang wus dirimbag). Pangrimbage tembung
lingga dadi tembung andhahan iku kanthi muwuhake imbuhan ing ngarep, buri,
utawa tengahe tembung lingga. Kabeh imbuhan iku kalebu wujud terikat. Imbuhan
basa Jawa wujude ana papat, yaiku ater-ater, seselan, panambang, lan imbuhan
bebarengan.
1.Ater-Ater
Ater-ater (awalan) iku imbuhan kang dununge ing kiwaning tembung
utawa ing ngarep tembung. Ater-ater basa Jawa yaiku ater-ater anuswara (m-, n-,
ng-, ny-), ater-ater a-, ka-, ke-, di-, sa-, pa-, pi-, pri-, pra-, tar-,
kuma-, kami-, lan kapi-.
Tuladha
Ater-ater
anuswara
m-
+ pacul à macul
m-
+ weling à meling
n-
+
tutup à nutup
n-
+ telat à nelat
ng-
+ keplak à ngeplak
ng-
+ kancing à ngancing
ny-
+ sambel à nyambel
ny-
+ suling à nyuling
a- +
wujud à awujud
a- +
teges à ateges
ka-
+ jupuk à kajupuk
ka-
+ tulis à katulis
ke-
+ jepit à kejepit
ke-
+ pidak à kepidak
di-
+ baling àdibalang
di-
+ wulang à diwulang
sa-
+ gelas à sagelas
à segelas
sa-
+ dina
à sadina à sadina
sa-
+ wengi à sawengi
pa-
+ etung
à paetung à petung
pa-
+ enget
à paenget à penget
pa-
+ warta à pawarta
pa-
+ laden à paladin
pi-
+ tutur à pitutur
pi-
+ wales à pinwales
pra-
+ lambang à pralambang
pra-
+ tandha à pratandha
pri-
+ kanca à prikanca
pri-
+ bumi à pribumi
tar-
+ kadhang à tarkadhang
tar-
+
tamtu à tartamtu
kuma- +
lancang
à kumalancang à kumlancang
kuma- + ayu
à kumaayu à kemayu
kami- +
tetep
à kamitetep kapi
+ lare à kapilare
2. Seselan
Seselan utawa sisipan yaiku imbuhan kang kadunungake ing tengah tembung.
Seselan ing basa Jawa cacahe ana papat, yaiku –um-, -in-, -er-, -el-.
Tuladha:
Pinter
+ -um- à puminter
à kuminter
Bagus
+ -um- à bumagus
à gumagus
Cacad
+ -in- à cinacad
Tulis
+ -in- à tinulis
Kelip
+
-er- à kerelip
à krelip
Gandhul +
-er- à gerandhul à grandhul
Titi
+
-el- à teliti
à tliti
Kepyur +
-el- à kelepyur
à klepyur
3. Panambang
Panambang utawa akhiran (sufiks) yaiku imbuhan sing dumunung ing buri
tembung. Panulise kudu sumambung rapet karo tembung kang ana ing sisih kiwane
(serangkai) lan ora kena kapisah. Panambang ing basa Jawa kayata –i, -a, -e,
-en, -an, -na, -ana, -ane, lan –ake.
Tuladha:
Lara
+ -i
à larai à larani
Antem
+ -i à antemi
Tangi
+ -a à tangia
Gelem
+ -a à gelema
Dara
+ -e
à darae à darane
Pacul
+ -e à pacule
Suduk
+ -en à suduken
Lemes
+ -an à lemesan
Lungguh
+ -na à lungguhna
jupuk + -na
à jupukna
Kandha + -ana
à kandhaana à kandhanana
Kanca
+ -ana à kancanana
à kancanana
Tamba
+ -ane à tambaane
à tambanana
Gebug + -ane
à gebugane
Kendho + -ake
à kendhoake à kendhokake
Utang
+ -ake à utangake
4. Imbuhan
Bebarengan
Imbuhan bebarengan iku imbuhan kang awujud ater-ater lan panambang kang
kawuwuhake ing tembung lingga kanthi bebarengan.
Tuladha:
Ka- +
dhisik + -an
à kadhisikan
Ka- +
liwat + -an
à kaliwatan
Pa-
+ papring + -an
à papringan
Pa- +
awu +
-an
àpaawuan àpawon
Pa- +
uwuh + -an
à pauwuhan à pawuhan
m-
+ lumpat + -i
à mlumpati
m-
+ buwang +
-i à mbuwangi
n- +
jiwit +
-i à njiwiti
n- +
tutup +
-i à nutupi
ng-
+ keplak +
-i à ngeplaki
ng-
+ lungguh +
-i à nglungguhi
ny-
+ suguh +
-i à nyuguhi
ny-
+ cukil +
-i à nyukili
di- +
jupuk +
-i à dijupuki
di- +
tulis +
-a à ditulisa
di- +
salin +
-ana à disalinana
di- +
kandha + -ana
à dikandhanana
di- +
wales + -ake
à diwalesake
Sumber:
Tembung
Tanggap lan Tembung Tanduk
Tembung
tanggap yaitu tembung lingga sing oleh
ater-ater tripurusa(dak, ko
dan di) lan seselan -in.
Macam dan warna tembung tanggap
dibagi menjadi 4 maca:
1. Tanggap
Tripurusa.
Yaiku tembung lingga
sing oleh ater-ater tripusura.
Tuladhane:
dakpangan.
kojupuk.
dibalangi.
dakpangan.
kojupuk.
dibalangi.
2.
Tanggap na.
yaiku tembung lingga
sing oleh seselan -in.
Tuladhane:
tinulis.
tinubruk.
tinulis.
tinubruk.
2.
Tanggap tarung.
yaiku tembung dwilingga
sing oleh seselan -in tripusura.
Tuladhane:
sawang-sinawang.
cokot-cinokot.
sawang-sinawang.
cokot-cinokot.
3.
Tanggap ka.
Yaiku tembung lingga
sing oleh ater-ater -ka.
Tuladhane:
kaobong.
kaobong.
kagendhong.
Tembung tanduk yaiku sakabehig tembung lingga kang olih ater-ater swara irung. Tembung
tanduk yaiku tembung lingga jroning Basa Jawa sing olèh ater-ater hanuswara (m-, n-, lan ny-). Ana telung jinis tembung
tanduk, yakuwi:
1. Tembung
tanduk kriya wantah, yaiku tembung sing ora
olèh panambang. Tuladha: maju, ngadeg, nyapu.
2. Tembung
tanduk i- kriya, yaiku tembung tanduk sing olèh panambang i. Tuladha:
nulungi,
ngumbahi, nyaponi.
3.
Tembung tanduk ke- kriya, yaiku tembung
tanduk sing diwèmèhi panambang -ké utawa -aké. Tuladha: nyèlèhaké,
nuduhaké, mbalèkaké.
Sumber :
Miturut wewangunane, tembung
kaperang dadi 6 yaiku:
1. Tembung Garba
Tembung garba yaiku tembung loro utawa luwih sing dadi siji kanggo ngurangi cacahing wandane.
Tuladha:
a. jiwa + angga = jiwangga
b. lebda + ing = lebding
c. nara + endra = narendra
d. dupi + arsa = dupyarsa
2. Tembung Saroja
Tembung saroja iku tembung kang rinakit seka rong (2) tembung kang (mèh) padha tegesé lan bisa nuwuhaké makna kang luwih teges. Bisa maknané perkara kang ana sesambungané, bisa uga kahanan kang mbangetaké.
Panganggone
Tembung Saroja :
1. Wong Jawa pranyata nduweni kabudayan
kang adi luhung.
2. Pegaweyane mung angkat junjung, apa bisa
nyukupi kebutuhane kulawargane ?
3. Direwangi njungkir njempalik meksa ora bisa cukup kanggo mangan saben dinane.
4. Dedeg piadege gedhe dhuwur tur gagah
prakosa.
5. Satriya ing Madukara iya raden Harjuna
pranyata satriya kang sekti mandraguna.
Tuladha:
·
sato kéwan = perkara kéwan
·
ayem tentrem = tentrem tenan
·
tepa tuladha = tuladha
·
tresna asih = asih tenan
·
colong jupuk = perkara nyolong utawa
kagiatan nyolong.
3.
Tembung Éntar
Tembung
Entar yaiku tembung loro utawa luwih sing digabung dadi
siji lan tegesé dadi béda saka asal-usulé. Tembung éntar
tegesé ora kaya teges saluguné (kata kiasan)
utawa tembung
kang ora kena ditegesi sawantahé baé. Ing basa
Indonesia diwastani tembung silihan (kiasan), ing basa walanda diwastani
Figuurlijke betekenis.
Tuladha:
abang-abang lambe : ora temenan utawa mung lelamisan.
abang-abang lambe : ora temenan utawa mung lelamisan.
abang
raine : wirang, isin.
adol
bagus, adol ayu : mamerake baguse, mamerake ayune.
adus
kringet : nyambut gawe abot, mempeng.
ala
jenenge : ora dipercaya awong liya.
alus
tembunge : omongane kepenak dirungokake.
atine
ana wulune : duwe kekarepan ala, drengki srei.
bau
suku : tenaga, abdi.
mbukak
wadi : ngandhakake wewadine/rahasiane.
mbuwang
tilas : nutupi tumindake sing ala.
cagak
elek : srana supaya betah melek.
cagak
urip : srana kanggo nyukupi kebutuhane urip.
cepak
rejekine : gampang golek rejeki.
cilik
atine : sumelang, kuwatir
4.
Tembung
camboran
Tembung
camboran (basa Indonesia: kata majemuk), kuwi rong tembung
utawa luwih kang digandhèng dadi siji ngliwati
sawijining prosès morfologi. Prosès morfologi yakuwi prosès owah-owahan saka
morfem dadi polimorfem, sing nduwèni kategori lan
makna wutuh, saéngga polimeorfem iku disebut tembung. Jroning basa jawa, ana
telung prosès morfologi sing disinaoni, yakuwi: prosès wuwuhan (pengimbuhan),
prosès rangkep (pengulangan), lan prosès camboran (pemajemukan). Prosès
camboran (pemajemukan) yaiku prosès panggabungan morfem dhasar, sing biasa
digabung yakuwi lingga karo lingga liyané. Camboran dipérang dadi loro, yaiku:
camboran wutuh lan camboran udhar. Camboran wutuh minangka camboran sing
konstruksiné digabung, saéngga ngasilaké siji makna. Déné camboran udhar arupa
camboran sing konstruksiné kapisah lan maknané isih digabung, saliyané kuwi
unsuré isih bisa digolèki.
Miturut wutuh orané
Miturut wutuh orané, tembung camboran iki kapérang dadi loro,
yakuwi:
1.
Tembung camboran wutuh, contoné: sisib
sembir, baya pakéwuh, raja lélé lsp.
2.
Déné wujud sijiné yakuwi wis dicekak
(wancah). Contoné: bangjo: abang-ijo, barji barbèh: bubar siji bubar kabèh,
gaji wakma: sega
siji iwaké lima, nasgithel:panas legi kenthel lsp.
Miturut hubungan wanda
Miturut hubungan wanda siji lan sijiné, tembung camboran bisa
dipilah dadi telu, yakuwi:
1.
Tembung camboran kang nduwèni teges sadrajad.
(kopulatif). Contoné: gedhé cilik, tuwa nom,
sumbang surung, sandhang pangan lsp. Reroncèn tembung bisa uga ditambahi tembung "lan"
utawa"saha".
2. Tembung
camboran kang tembung kapidhoné nerangaké tembung kapisan (determinatif).
Contoné: jambu kapuk, pelem gadhung, manuk dara, lsp.
·
Tembung camboran kang tembung kapisan
nerangaké tembung kapindhoné. Conto: Parama sastra = sastra kang parama
(linuwih), Pandhu putra = putrané Pandhu, lsp.
Tuladhane:
Camboran
Wutuh
1.
Meja tulis,
lemari kaca, buku gambar, pager kayu, lsp (lan sak panunggalane)
2.
Anjani
putra, Bima putra, Pancasila, Wijaya Kusuma, lsp
3.
Anak Kadang,
japa mantra, candhak kulak, edi peni, lsp
4.
Dewa-dewi,
siswa-siwi, yaksa yuksi, putra-putri, lsp
B.
Camburan
Tugel (Wutuh)
1.
Bangcuk
: abang- pucuk
2.
Banjo
: Abang – Ijo
3.
Barbeh
: Bubar – kabeh
4.
Barji
: Bubar siji
5.
Budhe
: Ibu –gedhe
6.
Bulik
: Ibu – cilik
7.
Dhegus
: Gedhe – bagus
8.
Guru
: digugu –ditiru
9.
Kupluk
: Kaku –Nyempluk
10.
Kuping
: Kaku – Njepiping
11.
Legi
: Lemu –ginuk-ginuk
12.
Paklek
: Bapak Cilik
13.
Saerah
: Sae –Murah
14.
Tingwe
: Nglinting Dhewe
15.
Thukmis
: Bathuk –klimis
16.
Wandhak
: Dewa –Cendhak.
5. Tembung
Rangkep
Tembung
Rangkep (Basa Indonésia:
Kata ulang), kuwi sakabèhing tembung (senadyan mung
sawanda), kang diwaca kaping pindho. Tembung Rangkep iki dibédakaké dadi telung werna, yakuwi: tembung dwilingga, tembung
dwipurwa lan tembung dwiwasana.
Tembung Dwilingga
Miturut owah orané lingga
·Dwilingga padha swara,
yakuwi tembung kang diwaca kabèh linggané kaping pindho. Tuladhané: ibu-ibu,
bapak-bapak, ésuk-ésuk, ramé-ramé.
·Dwilingga salin swara,
yakuwi tembung kang diwaca kaping pindho nanging ana wanda vokal kang owah.
Tuladhané: mloka-mlaku, mleba-mlebu, meta-metu,
mrana-mréné.
Miturut tegesé
Tembung dwilingga bisa dipérang miturut tegesé utawa dadiné,
yaiku:
·Dadi tembung aran.
Tuladha: undur-undur, uget-uget, alang-alang, ari-ari,
ali-ali.
·Dadi tembung kahanan.
Tuladha: mangar-mangar, kelap-kelip, rintik-rintik.
·Mbangetaké. Tuladha:
Aja asin-asin (aja asin banget), Aja seru-seru (aja seru banget).
·Tansah. Tuladha: Wis ajar
kok ora isa-isa (tansah ora bisa), Arep wiwit maca kok lali-lali waé (tansah lali).
·Senadyan. Tuladha:
Alon-alon (senadyan alon), cilik-cilik (senadyan cilik).
·Wektu. Tuladha:
Awan-awan, bengi-bengi, bedhug-bedhug.
·Paling. Tuladha:
Murah-murahé, akèh-akèhé, larang-larangé.
Tembung Dwipurwa
Tembung Dwipurwa kuwi tembung kang diwaca kaping pindho mung
ing wanda kang pisanan baé. Tuladha: dedunung, tetuku, lelaku,
leluri,sesawangan.
Tembung Dwiwasana
Tembung Dwiwasana kuwi tembung kang diwaca kaping pindho mung
ing wanda kang kapindho (mburi). Tuladha: cekikik, cekakak, jelalat,
mbedhudhug, jegègès.
6.Tembung Rurabasa
Tembung rurabasa yaiku
rakitaning tembung kang luput, nanging wis umum utawa lumrah, menawa dibenerake
malah dadi saya salah, mula uga diarani salah kaprah.
Tuladha:
a. nggoreng peyek
b. nggawe lemari
c. mbakar sate
d. negor gedhang
e. menek krambil
Tuladha:
a. nggoreng peyek
b. nggawe lemari
c. mbakar sate
d. negor gedhang
e. menek krambil
WE Grant Hard dhuwit silihan
BalasHapusWe ngawèhaké hard dhuwit silihan lan saben jinis liya saka silihan, karo tingkat kapentingan kiro-kiro saka 3% - 5%. We ngawèhaké metu silihan Bangsa Wide, kiro-kiro saka 1,000.00 nganti 100 yuta USD / kilogram / EURO. We mbiayai 100% lan karo LTV saka 75% -85% ing situs disualekno.
We offer jinis ing ngisor iki Hard Artha Loans:
Hard Artha Loan; Baris kredit,
Komersial Hard Artha Loans
Pribadi Hard Artha Loans
Business Hard Artha Loans
Investasi Hard Artha Loans
Pangembangan Hard Artha Loans
Disualekno-Loans Peralatan Leasing
Wiwit-wiwitan Loans Commercial Property Loans
Persediaan Loans Unsecured Borrowing
Konstruksi silihan
Akun Receivable Loans garis kredit
Fostering Warehouse Financing
machinery Loans
Pasangan Capital Loans Flooring Lines
Tetanèn Loans, International Loans
Tuku Urutan Financing: Sakbenere ANY TYPE BUSINESS silihan
E.T.C. ..
Yen kasengsem hubungi kita liwat email; fredlenders01@gmail.com
regards
Pak Fred Finns