Sejarah Kesenian Gamelan Jawa
Salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dalam bidang musik adalah seni gamelan. Gamelan banyak ditemui di berbagai daerah Indonesia. Musik gamelan terdapat di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Tentu saja, varian alat musik yang digunakan berbeda. Baik nama maupun bentuk.
Salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dalam bidang musik adalah seni gamelan. Gamelan banyak ditemui di berbagai daerah Indonesia. Musik gamelan terdapat di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Tentu saja, varian alat musik yang digunakan berbeda. Baik nama maupun bentuk.
Gamelan adalah seperangkat alat
musik dengan nada pentatonis, yang terdiri dari : Kendang, Bonang, Bonang
Penerus, Demung, Saron, Peking (Gamelan), Kenong & Kethuk, Slenthem,
Gender, Gong, Gambang, Rebab, Siter, Suling. Komponen utama alat musik gamelan
adalah : bambu, logam, dan
kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik
gamelan. Kata
Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul /
menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda. Sedangkan
istilah gamelan mempunyai arti sebagai suatu kesatuan alat musik yang dimainkan
bersama.
Bagi
masyarakat Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan
kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat tahu benar mana yang disebut
gamelan atau seperangkat gamelan. Mereka telah mengenal istilah 'gamelan',
'karawitan', atau 'gangsa'. Namun barangkali masih banyak yang belum mengetahui
bagaimana sejarah gamelan itu
sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?
Awalnya,
alat musik instrumen gamelan dibuat berdasarkan relief yang ada dalam Candi Borobudur
pada abad ke-8. Dalam relief di candi tersebut, terdapat beberapa alat musik
yang terdiri dari kendang, suling bambu, kecapi, dawai yang digesek dan
dipetik, serta lonceng. Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat
musik dalam alunan musik gamelan jawa. Alat musik yang terdapat di relief Candi
Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan gamelan. Pada masa pengaruh budaya
Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit, gamelan diperkenalkan pada
masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit. Menurut mitologi Jawa, gamelan
diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka. Beliau adalah dewa yang
menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana yang berada di gunung Mahendra di
daerah Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Alat musik gamelan yang pertama
kali diciptakan adalah “gong”, yang digunakan untuk memanggil para dewa.
Setelah itu, untuk menyampaikan pesan khusus, Sang Hyang Guru kembali
menciptakan beberapa peralatan lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah
seperangkat gamelan.
Bukti
otentik pertama tentang keberadaan gamelan ditemukan di Candi Borobudur,
Magelang Jawa Tengah yang berdiri sejak abad ke-8. Pada relief-nya terlihat
beberapa peralatan seperti suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai
ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, termasuk sedikit
gambaran tentang elemen alat musik logam. Perkembangan selanjutnya, gamelan
dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan tarian. Sampai akhirnya berdiri
sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Gamelan
yang berkembang di Jawa Tengah, sedikit berbeda dengan Gamelan Bali ataupun
Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut apabila
dibandingkan dengan Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan Sunda yang
mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Menurut beberapa penelitian,
perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap pandangan hidup “orang
jawa” pada umumnya.
Pandangan
yang dimaksud adalah : sebagai orang jawa harus selalu “memelihara keselarasan
kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak”.
Oleh sebab itu, “orang jawa” selalu menghindari ekspresi yang meledak-ledak
serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud paling nyata
dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang
bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup
irama.
Penalaan
dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang sangat kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu “sléndro”, “pélog”, ”Degung”
(khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai
diatonis), sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
- Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil.
- Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.
Komposisi musik gamelan diciptakan
dengan beberapa aturan, yang terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi
oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4
nada.
Alunan musik gamelan jawa di daerah
Jawa sendiri disebut karawitan. Karawitan adalah istilah yang digunakan untuk
menyebutkan alunan musik gamelan yang halus. Seni karawitan yang menggunakan
instrumen gamelan terdapat pada seni tari dan seni suara khas Jawa, yaitu
sebagai berikut.
- Seni suara terdiri dari sinden, bawa, gerong, sendon, dan celuk.
- Seni pedalangan terdiri dari wayang kulit, wayang golek, wayang gedog, wayang klithik, wayang beber, wayang suluh, dan wayang wahyu.
- Seni tari terdiri dari tari srimpi, bedayan, golek, wireng, dan tari pethilan.
Seni gamelan Jawa tidak hanya dimainkan untuk
mengiringi seni suara, seni tari, dan atraksi wayang. Saat diadakan acara resmi
kerajaan di keraton, digunakan alunan musik gamelan sebagai pengiring.
Terutama, jika ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi Jawa.
Masyarakat Jawa pun menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi
pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar