Huruf
/Aksara Jawa dan Sejarahnya
Jawa selain
terkenal dengan budayanya, juga memiliki bahasa yang menjadi khasnya yaitu huruf
Jawa atau yang biasa disebut dengan aksara Jawa. Asal usul terciptanya aksara jawa ini
mempunyai banyak makna dan filosofi yang terkandung didalamnya yaitu tentang
berbagai ajaran luhur mengemban amanat, sikap ksatria, loyal terhadap atasan,
memegang teguh kejujuran, kerendahan atasan mengakui kesalahannya, keserakahan
atau nafsu yang mampu dikalahkan oleh kesucian dan lain-lain.
·
Cerita dibalik Terjadinya Huruf
Jawa (Legenda Hanacaraka)
Dikisahkan
ada seorang pemuda tampan yang sakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka tinggal
di pulau Majethi bersama dua orang punggawa (abdi) setianya yaitu Dora dan
Sembada. Kedua abdi ini sama-sama setia dan sakti. Satu saat Ajisaka ingin
pergi meninggalkan pulau Majethi. Dia menunjuk Dora untuk menemaninya
mengembara. Sedangkan Sembada, disuruh tetap tinggal di pulau Majethi. Ajisaka
menitipkan pusaka andalannya untuk dijaga oleh Sembada. Dia berpesan supaya
jangan menyerahkan pusaka itu kepada siapa pun, kecuali pada Ajisaka sendiri.
Lain kisah,
di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang sangat makmur sejahtera yaitu kerajaan
Medhangkamulan. Rakyatnya hidup sejahtera. Kerajaan Medhangkamulan dipimpin
oleh seorang raja arif bijaksana bernama Dewatacengkar. Prabu Dewatacengkar
sangat cinta terhadap rakyatnya. Pada suatu hari ki juru masak kerajaan
Medhangkamulan yang bertugas membuat makanan untuk prabu Dewatacengkar
mengalami kecelakaan saat memasak. Salah satu jarinya terkena pisau hingga
putus dan masuk ke dalam masakannya tanpa dia ketahui. Disantaplah makanan itu
oleh Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada masakan itu. Dia bertanya
daging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa dagingnya disantap
Dewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia. Dewatacengkar
ketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging manusia setiap hari.
Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan rakyatnya setiap hari untuk
dimakan.
Oleh karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.
Oleh karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya, begitu juga sang patih kerajaan.
Saat itu
juga Ajisaka dan Dora tiba di kerajaan Medhangkamulan. Mereka heran dengan
keadaan yang sepi dan menyeramkan. Dari seorang rakyat, beliau mendapat cerita
kalau raja Medhangkamulan gemar makan daging manusia. Ajisaka menyusun siasat.
Dia menemui sang patih untuk diserahkan kepada Dewatacengkar agar dijadikan
santapan. Awalnya sang patih tidak setuju dan kasihan. Tetapi Ajisaka bersikeras
dan akhirnya diizinkan.
Dewatacengkar
keheranan karena ada seorang pemuda tampan dan bersih ingin menyerahkan diri.
Ajisaka mengatakan bahwa dia mau dijadikan santapan asalkan dia diberikan tanah
seluas ikat kepalanya dan yang mengukur tanah itu harus Dewatacengkar. Sang
prabu menyetujuinya. Kemudian mulailah Dewatacengkar mengukur tanah. Saat
digunakan untuk mengukur, tiba-tiba ikat kepala Dewatacengkar meluas tak
terhingga. Kain itu berubah menjadi keras dan tebal seperti lempengan besi dan
terus meluas sehingga mendorong Dewatacengkar. Dewatacengkar terus terdorong
hingga jurang pantai laut selatan. Dia terlempar ke laut dan seketika berubah
menjadi seekor buaya putih. Ajisaka kemudian dinobatkan menjadi raja
Medhangkamulan.
Setelah
penobatan, Ajisaka mengutus Dora pergi ke pulau Majethi untuk mengambil pusaka
andalannya. Kemudian pergilah Dora ke pulau Majethi. Sesampai di pulau Majethi,
Dora menemui Sembada untuk mengambil pusaka. Sembada teringat akan pesan
Ajisaka saat meninggalkan pulau Majethi untuk tidak menyerahkan pusaka tersebut
kepada siapa pun kecuali kepada Ajisaka. Dora yang juga berpegang teguh pada
perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka memaksa supaya pusaka itu diserahkan.
Kedua abdi setia tersebut beradu mulut bersikukuh pada pendapatnya
masing-masing. Dan akhirnya mereka berdua bertempur. Pada awalnya mereka berdua
hati-hati dalam menyerang karena bertarung melawan temannya sendiri. Tetapi
pada akhirnya benar-benar terjadi pertumpahan darah. Sampai pada titik akhir
yaitu kedua abdi tersebut tewas dalam pertarungan karena sama-sama sakti.
Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara. Berikut tulisan dan artinya:
Berita tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara. Berikut tulisan dan artinya:
Ha Na Ca Ra Ka
Ada sebuah
kisah
Da Ta Sa Wa La
Terjadi
sebuah pertarungan
Pa Dha Ja Ya Nya
Mereka
sama-sama kuat
Ma Ga Ba Tha Nga
Dan akhirnya
semua mati
Sedangkan dalam
wujud asli tulisan atau aksaranya adalah sebagai berikut:
·
Sejarah Aksara Jawa Dari Tinjauan Historis
Sejarah
Aksara Jawa Legenda Hanacaraka Aksara Jawa Hanacaraka itu berasal dari aksara
Brahmi yang asalnya dari Hindhustan. Di negeri Hindhustan tersebut terdapat
bermacam-macam aksara, salah satunya yaitu aksara Pallawa yang berasal dari
Indhia bagian selatan.
Dinamakan
aksara Pallawa karena berasal dari salah satu kerajaan yang ada di sana yaitu
Kerajaan Pallawa. Aksara Pallawa itu digunakan sekitar pada abad ke-4 Masehi.
Di Nusantara terdapat bukti sejarah berupa prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan
Timur, ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini menjadi
ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, antara lain: aksara hanacaraka ,
aksara Rencong (aksara Kaganga), Surat Batak, Aksara Makassar dan Aksara
Baybayin (aksara di Filipina).
Profesor J.G. de Casparis dari Belanda, yaitu pakar paleografi atau ahli ilmu sejarah aksara, mengutarakan bahwa aksara hanacaraka itu dibagi menjadi lima masa utama, yaitu:
Profesor J.G. de Casparis dari Belanda, yaitu pakar paleografi atau ahli ilmu sejarah aksara, mengutarakan bahwa aksara hanacaraka itu dibagi menjadi lima masa utama, yaitu:
- Aksara Pallawa Aksara Pallawa itu berasal dari India Selatan. Jenis aksara ini mulai digunakan sekitar abad ke 4 dan abad ke 5 masehi. Salah satu bukti penggunaan jenis aksara ini di Nusantara adalah ditemukannya prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur. Aksara ini juga digunakan di Pulau Jawa, yaitu di Tatar Sundha di Prasasti tarumanegara yang ditulis sekitar pada tahun 450 M. di tanah Jawa sendiri, aksara ini digunakan pada Prasasti Tuk Mas dan Prasasti Canggal. Aksara Pallawa ini menjadi ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, termasuk aksara hanacaraka. Kalau diperhatikan, aksara Pallawa ini bentuknya segi empat. Dalam bahasa Inggris, perkara ini disebut sebagai huruf box head atau square head-mark. Walaupun aksara Pallawa ini sudah digunakan sejak abad ke-4, namun bahasa Nusantara asli belum ada yang ditulis dalam aksara ini.
- Aksara Kawi Wiwitan Perbedaan antara aksara Kawi Wiwitan dengan aksara Pallawa itu terutama terdapat pada gayanya. Aksara Pallawa itu dikenal sebagai salah satu aksara monumental, yaitu aksara yang digunakan untuk menulis pada batu prasasti. Aksara Kawi Wiwitan utamanya digunakan untuk nulis pada lontar, oleh karena itu bentuknya menjadi lebih kursif. Aksara ini digunakan antara tahun 750 M sampai 925 M. Prasasti-prasasti yang ditulis dengan menggunakan aksara ini jumlahnya sangatlah banyak, kurang lebih 1/3 dari semua prasasti yang ditemukan di Pulau jawa. Misalnya pada Prasasti Plumpang (di daerah Salatiga) yang kurang lebih ditulis pada tahun 750 M. Prasasti ini masih ditulis dengan bahasa Sansekerta.
- Aksara Kawi Pungkasan Kira-kira setelah tahun 925, pusat kekuasaan di pulau Jawa berada di daerah jawa timur. Pengalihan kekuasaan ini juga berpengaruh pada jenis aksara yang digunakan. Masa penggunaan aksara Kawi Pungkasan ini kira-kira mulai tahun 925 M sampai 1250 M. Sebenarnya aksara Kawi Pungkasan ini tidak terlalu banyak perbedaannya dengan aksara Kawi Wiwitan, namun gayanya saja yang menjadi agak beda. Di sisi lain, gaya aksara yang digunakan di Jawa Timur sebelum tahun 925 M juga sudah berbeda dengan gaya aksara yang digunakan di Jawa tengah. Jadi perbedaan ini tidak hanya perbedaan dalam waktu saja, namun juga pada perbedaan tempatnya. Pada masa itu bisa dibedakan empat gaya aksara yang berbeda-beda, yaitu; 1) Aksara Kawi Jawa Wetanan pada tahun 910-950 M; 2) Aksara Kawi Jawa Wetanan pada jaman Prabu Airlangga pada tahun 1019-1042 M; 3) Aksara Kawi Jawa Wetanan Kedhiri kurang lebih pada tahun 1100-1200 M; 4) Aksara Tegak (quadrate script) masih berada di masa kerajaan Kedhiri pada tahun 1050-1220 M
- Aksara Majapahit Dalam sejarah Nusantara pada masa antara tahun 1250-1450 M, ditandai dengan dominasi Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Aksara Majapahit ini juga menunjukkan adanya pengaruh dari gaya penulisan di rontal dan bentuknya sudah lebih indah dengan gaya semi kaligrafis. Contoh utama gaya penulisan ini adalah terdapat pada Prasasti Singhasari yang diperkirakan pada tahun 1351 M. gaya penulisan aksara gaya Majapahit ini sudah mendekati gaya modern.
- Aksara Pasca Majapahit Setelah naman Majapahit yang menurut sejarah kira-kira mulai tahun 1479 sampai akhir abad 16 atau awal abad 17 M, merupakan masa kelam sejarah aksara Jawa. Karena setelah itu sampai awal abad ke-17 M, hampir tidak ditemukan bukti penulisan penggunaan aksara jawa, tiba-tiba bentuk aksara Jawa menjadi bentuk yang modern. Walaupun demikian, juga ditemukan prasasti yang dianggap menjadi missing link antara aksara Hanacaraka dari jaman Jawa kuna dan aksara Budha yang sampai sekarang masih digunakan di tanah Jawa, terutama di sekitar Gunung Merapi dan Gunung Merbabu sampai abad ke-18. Prasasti ini dinamakan dengan Prasasti Ngadoman yang ditemukan di daerah Salatiga. Namun, contoh aksara Budha yang paling tua digunakan berasal dari Jawa barat dan ditemukan dalam naskah-naskah yang menceritakan Kakawin Arjunawiwaha dan Kunjarakarna.
- Munculnya Aksara Hanacaraka Baru Setelah jaman Majapahit, muncul jaman Islam dan juga Jaman Kolonialisme Barat di tanah Jawa. Dijaman ini muncul naskah-naskah manuskrip yang pertama yang sudah menggunakan aksara Hanacaraka baru. Naskah-naskah ini tidak hanya ditulis di daun palem (lontar atau nipah) lagi, namun juga di kertas dan berwujud buku atau codex (kondheks). Naskah-naskah ini ditemukan di daerah pesisir utara Jawa dan dibawa ke Eropa pada abad ke 16 atau 17. Bentuk dari aksara Hanacaraka baru ini sudah berbeda dengan aksara sebelumnya seperti aksara Majapahit. Perbedaan utama itu dinamakan serif tambahan di aksara Hanacaraka batu. Aksara-aksara Hanacaraka awal ini bentuknya mirip semua mulai dari Banten sebelah barat sampai Bali. Namun, akhirnya beberapa daerah tidak menggunakan aksara hanacaraka dan pindhah menggunakan pegon dan aksara hanacaraka gaya Durakarta yang menjadi baku. Namun dari semua aksara itu, aksara Bali yang bentuknya tetap sama sampai abad ke-20.
sumber :
http://sanggarseo.blogspot.com/2011/03/sejarah-dan-arti-huruf-aksara-jawa.html
http://rozieqien.blogspot.com/2009/04/sejarah-aksara-jawa-legenda-hanacaraka.html
[1] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009 Hal. 3
[2] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com.
http://sanggarseo.blogspot.com/2011/03/sejarah-dan-arti-huruf-aksara-jawa.html
http://rozieqien.blogspot.com/2009/04/sejarah-aksara-jawa-legenda-hanacaraka.html
[1] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2009 Hal. 3
[2] Anonimousc. 2009. Hanacaraka Saka Wikipedia, Ensiklopedia Bebas Ing Basa Jawa. Http://www.wikipedia.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar